Pesona Cap Go Meh

Dari Tahun 2015 yang lalu entah kenapa saya suka sekali mengambil momen-momen kemeriahan Imlek.  Dua kali saya mengunjungi Petak Sembilan yaitu di tahun 2015 dan 2016.  Saya tidak sempat untuk mengikuti kemeriahan Cap Go Meh di tahun 2015 yang lalu, entah itu karena saya yang kurang informasi sehingga saya melewatkannya begitu saja.  Tetapi di tahun ini saya tidak ingin kelewatan dan kebetulan perayaan tahun ini sangat meriah, di Jakarta, Bekasi, Bogor, Cirebon, Singkawang, dan beberapa tempat lain pun merayakan secara besar-besaran.  Contohnya perayaan di Bogor yang diramaikan dengan pertunjukan budaya-budaya lokal seperti Tor-Tor dari Sumatera Utara, Reog Ponorogo, bahkan sampai marching band kemiliteran pun ikut serta.

Karena keterbatasan waktu saya, saya memutuskan hanya mendatangi perayaan yang di Glodok tgl 22 Februari 2016 dan di Jl. Krendang pada tanggal 25 Februari 2016.  Sebelum ke detail foto, mungkin banyak yang sudah tahu dan tentunya banyak juga yang belum tahu, apa itu Cap Go Meh?

  1. Hari Raya Yuan Xiao lebih dikenal dengan nama lain Cap Go Meh, yaitu hari raya yang melambangkan malam kelima belas bulan pertama Imlek dan merupakan hari terakhir dari rangkaian masa perayaan Imlek.  
  2. Cap Go Meh sendiri berasal dari dialek Hokkian yang bila diartikan bermakna "15 malam setelah imlek".  Bila dipenggal per kata, 'Cap' artinya 10, 'Go' artinya 5, 'Meh' artinya malam.
  3. Ada banyak versi asal-usul dari Cap Go Meh atau hari Raya Yuan Xiao ini.  Bisa di 'googling' untuk informasi lebih lengkap.
  4. Perayaan Festival Cap Go Meh di Indonesia sendiri sangat bervariasi. Perayaan biasanya dilakukan dengan melakukan kirab atau turun ke jalan raya sambil menggotong ramai-ramai Kio/Usungan yang didalamnya diletakkan arca para Dewa-Dewi. 

Cap Go Meh Glodok dan Sekitarnya
Senin, 22 Februari 2016

Acara Cap Go Meh Glodok terpusat di seputar Petak Sembilan dengan Vihara Fat Cu Kung (Fat Cu Kung Bio) dan Vihara Dharma Jaya (Toa Se Bio).  Saya sudah tiba di lokasi sekitar pkl. 11.00 dengan teman saya.  Dari kejauhan saja wangi dupa / hio sudah lumayan tercium dan jalan-jalan sudah diblokir.  Rencananya arak-arakan Dewa-Dewi dan barongsai akan memutar Kota Tua hingga Harmoni, makadari itu jalanan dari depan Gajah Mada s/d stasiun Jakarta Kota ditutup sejak pkl. 12.00.

Kemeriahan perayaan ini sangat terasa.  Antusiasme masyarakat sekitar pun terlihat jelas.  Banyak dari mereka yang sudah berdiri menunggu di depan Vihara Fat Cu Kung, ada yang berlari melewati kami, mungkin takut tidak kebagian spot bagus untuk melihat.  Suasana Petak Sembilan sangat hidup.  Saya pun berdecak kagum.  Perlahan-lahan kami berjalan memasuki gang yang cukup sempit untuk menuju Vihara ini dan ternyata di dalam sudah banyak warga yang sudah menunggu dan media yang siap meliput.  

Acara pun dimulai, satu per satu arca Dewa-Dewi diarak menuju Sekolah Ricci.  Riuh gong kecil dan pluit sebagai penanda bahwa sang Dewa-Dewi akan lewat pun terdengar riuh.  Sambil arca tersebut melintasi gang kecil menuju sekolah Ricci, banyak yang mengatupkan kedua lengan untuk memberikan hormat kepada Dewa-Dewi yang datang dari berbagai Vihara dan dari berbagai daerah di Indonesia.

Dari Vihara, semua arca Dewa-Dewi berkumpul di halaman sekolah Ricci untuk dipersiapkan di atas Kio/Usungan, diikat dan dipastikan tidak akan jatuh pada saat di bawa.  Setelah semua siap, mereka pun menunggu aba-aba untuk berparade sambil sesekali orang lewat berdoa di depan altar.

Sambil yang akan berparade bersiap-siap, di sekolah-sekolah dan jalan-jalan sekitar pun terlihat sibuk sekali.  Masyarakat yang menunggu di luar tidak akan pernah bosan karena ada Orkes Ondel-ondel yang siap menghibur di luar dan irama gendang ditabuh terdengar dari gedung yang terletak di pojok Jl. Kemenangan III.  Juga terlihat grup Barongsai sudah bersiap-siap di jalan. Ramai.  Seru.  

Sekitar pkl. 13.30 parade pun dimulai.  Meriah sekali.  Saya sudah lama tidak merasakan kemeriahan seperti ini.  Ondel-ondel dan barongsai berparade bersama.  Semua tertawa ceria.  Ini baru Indonesia.  Panas terik dan beradu bahu tidak menghalangi orang-orang untuk berbaris menonton dan terkadang ikut mengiringi dari belakang.

Cukup lama saya mengikuti parade, hingga keluar ke Jl. Toko Tiga dan Jl. Pintu Kecil.  Di ujung Jl. Kemenangan terdapat panggung besar dimana ada hiburan rakyat berupa orkes keroncong.

Setelah beberapa saat menikmati musik keroncong, saya lihat jam tangan ternyata memang sudah waktunya saya harus kembali ke rumah karena ada pekerjaan yang harus saya selesaikan.  Sedikit sedih karena saya tidak dapat mengikuti parade sampai ke jalan besar.   Dalam perjalanan pulang dalam hati bertekad untuk pergi lagi melihat perayaan di Jl. Krendang.


Cap Go Meh Jl. Krendang
Kamis, 25 Februari 2016

Karena acara Cap Go Meh di Jl. Krendang dimulai pkl. 08.00 WIB, terpaksa pagi sekali saya harus bangun dan memesan GOJEK.  Untungnya walaupun kondisi gerimis, masih ada GOJEK yang mau membawa saya ke lokasi.  Pkl. 06.30 saya sudah tiba di depan Nasi Campur Yung Yung untuk menunggu teman saya Irvan dan Firdy.  Sialnya hujan cukup deras.  Badan sudah menggigil kedinginan karena sedikit kehujanan selama perjalanan menuju tempat ini, ditambah lagi hujan deras ditambah angin kencang.  Pas.  

Bagi yang non-Muslim, jangan lupa mampir ke Nasi Campur Yung Yung 99 apabila melewati Jl. Krendang, salah satu nasi campur yang paling enak yang pernah saya makan. :)  Ya namanya blog travel kurang lengkap kalau gak ada promosi makanan hehehe.

Setelah hujan sedikit reda, saya pun mengintip sedikit ke ujung jalan untuk melihat persiapan-persiapan perayaan.  Menurut masyarakat sekitar, perayaan seperti ini baru sekali ini diadakan di Jl. Krendang, biasanya terpusat di daerah Glodok.  Setelah mengambil beberapa foto, saya kembali ke depan nasi campur untuk bertemu dengan kedua teman saya.  Setelah bertemu kami pun mulai 'hunting' ke pusat acara.

Tujuan utama saya hari ini adalah mengambil momen yang tidak ada di perayaan Cap Go Meh Glodok yaitu Ritual Tatung.  Tatung dalam dialek Hakka adalah dimana orang akan dirasuki roh, dewa, leluhur, atau kekuatan supranatural.  Dimana raga atau tubuh orang tersebut dijadikan alat komunikasi atau perantara antara roh leluhur atau dewa tersebut. Dengan menggunakan Mantra dan Mudra tertentu roh dewa dipanggil ke altar kemudian akan memasuki raga orang tersebut.

Para Dewa atau roh leluhur biasa dipanggil dengan kepentingan tertentu, misalnya untuk melakukan kegiatan pengobatan atau meminta nasehat yang dipandang perlu. Kebanyakan para roh dewa dipanggil untuk kegiatan yang berhubungan kepercayaan Taoisme , antara lain pengobatan, pengusiran roh jahat, dan lain-lain. 

Dalam atraksi tatung, orang yang sudah dirasuki roh orang meninggal ada yang menginjak-injak sebilah mata pedang atau pisau, ada pula yang menancapkan kawat-kawat baja runcing ke pipi kanan hingga menembus pipi kiri. Anehnya para Tatung itu sedikit pun tidak tergores atau terluka. Beberapa Tatung yang lain dengan lahapnya memakan hewan atau ayam hidup-hidup lalu meminum darahnya yang masih segar dan mentah.  Setelah kegiatan yang dilakukan selesai, roh akan meninggalkan tubuh orang tersebut.

Perayaan Cap Go Meh terbesar di dunia adalah di kota San Keuw Jong atau yang biasa kita kenal dengan nama Kota Singkawang.  San Keuw Jong sendiri berasal dari dialek Hakka yang berarti 'sebuah kota di bukit yang dekat dengan laut dan muara."  Kota Singkawang juga sering dijuluki dengan 'Kota 1000 Klenteng" karena begitu banyaknya klenteng di kota tersebut.  Di kota ini masyarakat Tionghoa dan masyarakat Dayak serta Melayu berbaur cukup lama, dari sekitar tahun 1760, karena Singkawang merupakan tempat persinggahan penambang emas yang berasal dari Tiongkong.  Gelombang migrasi yang sangat besar juga membawa masyarakat Tionghoa Hakka dari Guangdong ke Kalimantan.  Mereka menetap dan bekerja sebagai kuli tambang emas dan intan di Monterado, Kalimantan Barat.  Karena begitu lamanya mereka berbaur, budaya pun berasimilasi sehingga terbentuklah budaya Cap Go Meh yang unik ini dimana masyarakat Tionghoa dan Dayak turut serta memeriahkan Cap Go Meh.

Di era Orde Baru perayaan Imlek dan khususnya ritual Tatung dilarang dipertontonkan di depan umum.  Tetapi di era Reformasi mantan Presiden Gus Dur menginzinkan kembali dan pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri dibuatlah undang-undang resmi untuk mengesahkan.  Sejak saat itu perayaan Imlek dan Cap Go Meh sangat meriah di Indonesia.

Di Perayaan Cap Go Meh Jl. Krendang kali ini, didatangkan satu grup suku Dayak dari Kalimantan Barat, jadi tidak perlu jauh-jauh untuk melihat ke Singkawang.  Makadari itu tidak heran Jl. Krendang yang sudah sempit semakin sumpek dengan penuhnya manusia serta ditambah dengan hujan sangat deras disertai angin.  Semuanya itu tidak menyurutkan semangat peserta dan penontot untuk terus menikmati acara.  Dalam hati saya, 'Orang Jakarta beneran sudah muak dengan mall dan haus akan hiburan alternatif."  

Semoga ke depannya acara budaya seperti ini semakin banyak sehingga rakyat Indonesia khususnya DKI Jakarta semakin membaur dan memperkuat persaudaraan dan persatuan.

Terima kasih sudah membaca. 

Wira Siahaan
Maret 2016