Tahun baru Imlek tinggal menghitung hari. Tempat-tempat produksi kebutuhan merayakan Imlek pun semakin sibuk. Setelah 2 minggu berturut yang lalu saya mengunjungi pabrik dodol dan kue keranjang, sekarang saya mengunjungi tempat pembuatan hio di daerah Kampung Rawa Panjang. Kenapa tidak pergi ke tempat pembuatan hio yang biasa seperti di Teluk Naga? Karena saya dan teman saya, Victor Djaja, merasa tidak mungkin kalau tempat pembuatan hio hanya disitu saja. Akhirnya kami mencari-cari dan Victor menemukan satu video di youtube hasil liputan salah satu TV Swasta mengenai kesibukan Imlek dan kebetulan menyiarkan satu tempat pembuatan hio di daerah Kosambi.
Saya coba googling dan tidak menemukan alamat dan nomer telepon tempat tersebut. Yang saya dapat hanya nama kampungnya yaitu Kampung Rawa Panjang. Pas kami sudah niat mau pergi, eh ujan deres banget di daerah Kebon Jeruk dan saya pun menunggu hingga hujan reda sambil juga menunggu kabar teman saya jadi hunting atau tidak.
Tiba-tiba pesan Whatsapp pun masuk, "Wir, yuk cabut, nekad aja lah walaupun gak tau alamatnya." Saya sih diajak nekad ya hayuk haha. Walapun masih gerimis saya pun segera berangkat menggunakan motor. Jalan menuju tempat tersebut dari daerah Kebon Jeruk cukup menyiksa, karena jalur yang saya lalui selepas dari Daan Mogot adalah jalur truk gandeng. Jalan rusak, macet parah, ditambah lagi habis hujan jadi genangan dimana-mana. Semakin mendekati tempat ini semakin rusak jalannya.
Berbekal google maps di handphone kami pun tiba di daerah Cengklong. Victor memarkir mobil dan berganti ikut naik motor saya dan setelah bertanya-tanya ke Vihara Kham Sie kami pun menemukan tempat tersebut.
Tempat Pembuatan Hio Pak Tompul dan Pak Milki
Dua tempat ini saling berdempet, tapi kami lebih dahulu memasuki area pembuatan hio milik pak Tompul. Setelah minta ijin ke pemilik yang ramah kami pun mulai keliling-keliling dan motret. Di tempat pembuatan hio ini tidak ada pembuatan hio melingkar atau hio obat nyamuk, semua yang dikerjakan disini adalah hio kecil dan hio naga yang berukuran besar. Beberapa pekerja terlihat sangat sibuk bekerja mengejar waktu karena mumpung cuaca lagi panas, cocok untuk menjemur hio. "Beberapa hari ini produksi agak telat-telat mas, ujan mulu. Makanya mumpung lagi panas kita kebut dah ni.", begitu cerita salah satu pekerja yang lagi sibuk mewarnai hio.
Saat kami tiba kami langsung disambut anak-anak bermain di sekitar tempat hio dijemur
Fujifilm X-T2 | XF 23/1.4 | ISO 200, f/5.6, 1/1250 | Classic Chrome
Pada saat kami tiba, pembuatan hio naga dasarnya (berwarna coklat) sudah selesai sehingga kami tidak bisa melihat lagi proses dari awal. Hio ini terbuat dari serbuk kayu, air, lem khusus, pewangi, dan pewarna. Setelah semua bahan dicampur, adonan yang hampir menyerupai tanah liat ini akan diserahkan ke pekerja berikutnya untuk ditempel ke hio.
Pekerja di pabrik pak Milki sedang menempelkan adonan.
Fujifilm X-T2 | XF 23/1.4 | ISO 3200, f/8.0, 1/2500 | Classic Chrome
Hio yang sedang dijemur dan sudah ditempelkan adonan serbuk kayu tapi belum diberikan pewarna.
Fujifilm X-T2 | XF 23/1.4 | ISO 200, f/8.0, 1/75 | Classic Chrome
Salah satu pekerja di pabrik milik pak Milki setelah memeriksa apakah hio yang dijemur sudah kering dan siap untuk proses berikutnya.
Fujifilm X-T2 | XF 23/1.4 | ISO 400, f/8.0, 1/250 | Classic Chrome
Gambar naga sudah menggunakan cetakan, jadi pekerja tinggal memutar hio sambil menempelkan adonan secara perlahan-lahan. Setelah selesai ditempel, hio akan dikeringkan selama 2 hari. Dalam sehari tempat ini memproduksi sebanyak 100 hio naga.
Cetakan naga untuk membuat naga timbul pada hio.
Fujifilm X-T2 | XF 23/1.4 | ISO 1250, f/4.0, 1/60 | Classic Chrome
Adonan ditaruh pada cetakan terlebih dahulu, setelah itu baru hio diputar di atas cetakan.
Fujifilm X-T2 | XF 23/1.4 | ISO 400, f/1.8, 1/300 | Classic Chrome
Proses pencetakan naga pada hio.
Fujifilm X-T2 | XF 23/1.4 | ISO 400, f/1.4, 1/240 | Classic Chrome
Pekerja memeriksa sekali lagi apakah cetakan sudah menempel baik atau belum.
Fujifilm X-T2 | XF 23/1.4 | ISO 400, f/2.0, 1/420 | Classic Chrome
Selesai menempelkan cetakan dan siap untuk dikeringkan.
Fujifilm X-T2 | XF 23/1.4 | ISO 400, f/5.0, 1/480 | Classic Chrome
Setelah itu barulah hio dicat dengan warna-warna khas menggunakan pewarna. Setelah itu akan dijemur kembali untuk dikeringkan. Setelah kering akan dibungkus plastik barulah dikirimkan ke pemesan.
Pekerja di pabrik milik pak Tompul sedang mewarnai hio dan rekannya sedang membungkus untuk dikirimkan.
Fujifilm X-T2 | XF 23/1.4 | ISO 1250, f/5.6, 1/60 | Classic Chrome
Warna-warna yang digunakan untuk mewarnai hio.
Fujifilm X-T2 | XF 23/1.4 | ISO 3200, f/5.6, 1/40 | Classic Chrome
Hio naga berukuran kecil sedang dikeringkan.
Fujifilm X-T2 | XF 23/1.4 | ISO 200, f/11, 1/180 | Classic Chrome
Tampak di latar belakang hio naga sedang dikeringkan.
Fujifilm X-T2 | XF 23/1.4 | ISO 400, f/8.0, 1/320 | Classic Chrome
Ayam mengintip dari sela-sela hio naga yang sedang dijemur.
Fujifilm X-T2 | XF 23/1.4 | ISO 400, f/5.6, 1/1000 | Classic Chrome
Tidak banyak yang kami lihat karena memang tempat ini tidak besar dan kami tiba cukup sore sehingga kami harus kembali sekitar pukul 16.30 supaya tidak terlalu lama terkena macet di jalan.
Demikian kunjungan singkat kami ke pabrik hio, semoga tempat-tempat seperti ini tetap ada dan semakin baik supaya kebudayaan Indonesia yang kaya tetap terjaga sampai kapan pun.
Terima kasih sudah membaca. Jangan lupa follow Instagram Victor Djaja untuk melihat foto-foto keren dari senior saya ini. Jangan lupa subscribe juga ya di newsletter Cerita Wira untuk update cerita dan tips-tips fotografi.
Have a good day.
Wira Siahaan