Sama seperti console/control surface di bidang pekerjaan lain, fungsi console adalah untuk mempercepat pekerjaan kita, mixing console berfungsi untuk mempermudah pekerjaan seorang audio engineer, begitu pula dengan photo editing console berfungsi untuk mempermudah pekerjaan seorang fotografer.
Apa bedanya bekerja dengan console dan dengan keyboard QWERTY? Apakah console bisa menggantikan keyboard sepenuhnya?
Menurut saya, kelemahan paling mendasar bekerja editing foto menggunakan keyboard QWERTY adalah keyboard QWERTY sangat tidak intuitif.
Keyboard QWERTY di desain untuk mengetik, sedangkan software-software pekerjaan khusus lain seperti photo editing, music production, software untuk ilustrasi digital, dan banyak software khusus lain, memiliki perintah-perintah spesifik yang membutuhkan shortcut apabila ingin meminimalisir jumlah klik menggunakan mouse/stylus/track pad.
Kelemahan kedua adalah kelemahan berdasarkan kelemahan pertama, yaitu akibat keyboard QWERTY tidak intuitif, banyak terjadi interupsi karena kesalahan kombinasi shortcut. Semakin banyak tombol yang dibutuhkan untuk sebuah shortcut, semakin rawan kesalahan.
Disinilah fungsi console, dengan desain yang intuitif dan fungsional, kita tidak perlu lagi menghafalkan shortcut dan meminalisir kesalahan penekanan tombol.
APA ITU LOUPEDECK+?
Loupedeck adalah sebuah console yang didesain khusus untuk Adobe Lightroom oleh eks-tim Nokia. Loupedeck di launch pada sekitar tahun 2016 melalui platform crowdfunding Indiegogo, dimana project Loupedeck ini sukses mendapatkan funding sebesar 488%. Tahun 2018 ini, tim Loupedeck memperkenalkan Loupedeck+, yaitu penyempurnaan dari Loupedeck. Yang awalnya hanya didedikasikan untuk Adobe Lightroom, Loupedeck+ pun akhirnya kompatibel juga dengan Adobe Premiere Pro CC, Skylum (dulu Macphun) Aurora HDR, dan Capture One (Beta Integration).
DISCLAIMER
Saya menggunakan Loupedeck+ selama 3 hari. Terima kasih kepada Fujishop yang bersedia meminjamkan alat ini untuk saya review. Berikut adalah disclaimer dari saya:
Loupedeck+ dikembalikan pada saat akhir waktu review. Saya tidak menerima pembayaran dalam bentuk apapun untuk review ini, jadi saya berusaha untuk jujur dalam melakukan review.
Loupedeck+ yang saya gunakan adalah model yang sudah beredar dan berjalan dengan performa maksimal. Software Loupedeck+ yang saya gunakan adalah versi 2.4.4.899.
FITUR UTAMA & KOMPATIBILITAS
40 tombol, 13 knobs, 8 dials, dan 1 wheel
Beta support untuk Capture One
6 tombol yang bisa di-customize
Kompatibel dengan Windows & Mac
Loupedeck+ kompatibel dengan Adobe Lightroom Classic CC, Capture One 11 (Beta), Aurora Skylum, dan Adobe Premiere.
DESAIN
Kesan pertama saat menerima boks Loupedeck+ adalah sesuatu yang high-end. Warna hitam matte Loupedeck+ membuatnya terlihat minimalis.
PERFORMA
Tombol-tombol terasa seperti keyboard, bunyi tombol tidak keras jika ditekan dengan pelan, tetapi apabila anda seperti saya yang cukup keras menekan tombol, makanya bunyi yang dihasilkan cukup kuat. Control Dial, knob terbesar pada console ini memberikan respon yang baik jika diputar.
Memetakan ulang tombol-tombol custom tidak sulit. Dapat memilih dari library yang ada. Setiap dial rata-rata memiliki dua fungsi, yaitu pada saat menekan tombol Fn atau pada saat tidak menekan tombol Fn. Masing-masing dapat diset sesuai keinginan.
Secara default, tombol L1 - L3 di bagian kiri Loupedeck+ adalah untuk Brush, Radial, dan Graduated tool.
Kesan pertama saya menggunakan Loupedeck+ adalah pada saat menyortir foto pada Lightroom menjadi lebih cepat dibanding menggunakan keyboard. Untuk menyortir foto saya biasa menggunakan metode:
Flag (Shortcut: ‘P’) untuk foto yang segera saya edit,
Reject (Shortcut: ‘X’) untuk foto yang segera saya hapus,
Unflag (Shortcut: ‘U’) untuk membatalkan Flag / Reject,
Tombol panah <— dan —> untuk memaju-mundurkan foto pada film strip.
Shortcut ‘P’ dan ‘X’ sangat tidak intuitif, secara alami saya berpikir bahwa seharusnya shortcut untuk Flag adalah huruf ‘F’ dan shortcut untuk Reject adalah ‘R’.
Pada awal saya menggunakan Lightroom secara reflek saya menekan tombol ‘F’ untuk Flag yang tentu saja tidak bekerja karena shortcut ‘F’ pada Lightroom adalah untuk berpindah ke Full Screen View. Ditambah lagi jarak ‘P’, ‘U’, dan ‘X’ sendiri pada keyboard tidak berdekatan. Karena saya tipe orang yang bekerja cukup cepat, saya sering mengalami kesalahan penekenan antara huruf ‘O’ dan ‘P’. Belum lagi ditambah dengan penggunaan arrow key untuk memaju-mundurkan foto pada film strip.
Menyortir foto menggunakan Loupedeck+ menjadi jauh lebih cepat karena praktis hanya menggunakan 2 tombol yang bersampingan (tidak termasuk tombol panah). Tombol C1 untuk Flag dan tekan sekali lagi untuk remove flag. Tombol C2 untuk Reject dan tekan sekali lagi untuk membatalkan Reject. Sederhana.
Untuk rating dan label warna juga menjadi lebih mudah karena rating dan label warna diwakili dengan tombol yang sama. Shortcut untuk label warna pada keyboard adalah tombol angka 6-9, sedangkan pada Loupedeck+ sudah diwakilkan dengan tombol berwarna.
Kemudahan berikut yang saya rasakan adalah apabila bekerja dengan file RAW, white balance memiliki range yang lebih besar dibandingkan bekerja dengan file JPEG. File RAW memiliki range white balance 2.000 - 50.000 dengan panjang slider yang sama dengan white balance file JPEG. Cukup sulit untuk merubah white balance increment kecil pada file RAW menggunakan slider, bisa menggunakan scroll pada mouse, tetapi saya menggunakan tablet untuk editing. Dengan menggunakan button white balance pada Loupedeck+ white balance pun dengan mudah bisa dirubah dengan perubahan kecil (per 40 point).
Begitupun apabila ingin mengganti Hue, Saturation, dan Luminance (HSL). Sudah terdapat tombol-tombol khusus di bagian atas Loupedeck+ untuk mengakses HSL. Selain untuk HSL, tombol-tombol di atas slider HSL (P1 - P8) berfungsi sebagai bantuan untuk Aspect Ratio. Masing-masing menyimpan aspect ratio tertentu untuk membantu anda pada saat cropping. Untuk mengaktifkan crop overlay secara default cukup dilakukan dengan memutar knob Control Dial.
Control Dial yang membantu anda untuk rotate foto pada saat mengaktifkan crop overlay (cropping).
Untuk membuka menu Export foto biasanya saya menggunakan shortcut CMD + SHIFT + E (Mac). Kombinasi shortcut yang paling tidak saya sukai adalah kombinasi 3 tombol, sulit untuk diingat. Dengan menggunakan Loupedeck+ cukup menekan tombol Export pada pojok kanan atas.
Tombol Export yang letaknya sangat intuitif, di ujung Loupedeck+.
Editing foto juga lebih mudah karena pada Loupedeck+ hampir semua slider digantikan dengan tombol putar yang tentunya dengan poin perubahan kecil. Merubah Exposure, Highlight, Shadow, White, dan Black menjadi semakin mudah karena tidak perlu berkonsentrasi dengan slider-slider tetapi digantikan dengan tombol putar. Begitu juga dengan Clarity, Contrast, White Balance, Tint, yang masing-masing memiliki tombol khusus. Untuk reset parameter biasanya dengan double-click pada nama parameter (menggunakan track pad / stylus pada tablet), menggunakan Loupedeck+ cukup dengan menekan tombol putar 1 kali.
Masih banyak kemudahan-kemudahan lain yang ditawarkan oleh Loupedeck+ yang belum sempat saya coba. Untuk review ini saya hanya menggunakan konfigurasi default, tombol-tombol tidak saya customize. Saya hanya mencoba membuka menu customize, mencoba-coba mengganti, tetapi kemudian saya kembalikan seperti semula.
Tampilan Loupedeck+ customize menu.
Menu Customize mudah dimengerti karena langsung menampilkan skema Loupedeck+ dan memberikan warna highlight ungu untuk tombol-tombol mana saja yang bisa di customize. Pada bagian kanan atas dapat dipilih pada drop down menu software apa yang akan anda gunakan, dalam hal ini saya memilih Lightroom.
Untuk merubah satu tombol anda cukup klik tombol yang ingin dirubah dan menu pilihan customize akan muncul. Pada Loupedeck+, setiap tombol memiliki 2 fungsi yaitu, fungsi normal dan fungsi tambahan yang hanya berfungsi apabila memutar tombol bersamaan dengan menekan tombol ‘Fn’. Semuanya bisa diatur pada menu customize ini.
Tekan tombol yang ingin di customize, contohnya tombol D1.
Menu pilihan untuk mengganti fungsi tombol sesuai dengan yang anda inginkan. Untuk mengaktifkan menu ‘Fn’ bisa dengan menekan tombol di kiri bawah.
KESIMPULAN
Loupedeck+ bukan alat untuk menggantikan keyboard, mouse, ataupun tablet. Loupedeck+ justru bekerja harmonis dengan alat-alat tersebut. Dengan adanya console tentunya akan mengurangi beban penggunaan salah 1 alat, contohnya keyboard, yang seperti saya sudah bahas di awal review ini, keyboard bukanlah alat native untuk software editing. Agar keyboard bisa digunakan ke banyak software, maka setiap software mempersiapkan shortcut-shortcut agar keyboard bisa membantu mengurangi klik menggunakan mouse yang tentunya memperlambat workflow. Sayangnya semakin rumit software semakin banyak juga shortcut yang harus dihafalkan. Loupedeck+ sangat mengurangi penggunaan keyboard karena hampir semua shortcut bahkan slider-slider sudah diwakilkan dalam satu alat saja.
Loupedeck+ adalah alat yang sangat intuitif, tetapi tetap saja untuk membiasakan diri tentunya tetap membutuhkan waktu. Tetapi waktu yang dibutuhkan tidak lama, menurut saya 1-3 hari sudah cukup untuk menentukan apakah default configuration sudah cocok dengan workflow kita atau butuh customize.
Tombol-tombol pada Loupedeck+ memiliki respons yang bagus, walaupun bunyi tombol agak keras apabila ditekan.
Jadi alat ini untuk siapa? Menurut saya, yang paling akan merasakan manfaat dari Loupedeck+ adalah fotografer-fotografer harus bekerja cepat dengan file foto yang banyak. Contohnya fotografer liputan event, media, dan travel. Karena fotografer-fotografer tersebut cenderung mengambil foto cukup banyak dan harus menyerahkan hasil foto secepat mungkin.
Lalu alat ini juga cocok untuk fotografer yang lebih banyak menggunakan Lightroom dibandingkan menggunakan software lain. Mungkin hal ini juga berlaku untuk pengguna Capture One, Premiere, dan juga Aurora. Untuk review ini saya hanya menggunakan Lightroom dan kebetulan Lightroom adalah ‘senjata utama’ saya dalam bekerja. Jarang sekali saya bersentuhan dengan software editing lain diluar Lightroom.
Demikianlah review singkat Loupedeck+, semoga bermanfaat untuk pembaca sekalian. Jangan lupa untuk subscribe pada newsletter saya untuk mendapatkan info mengenai tutorial, tips & tricks photography dan Lightroom serta cerita-cerita perjalanan.
Terima kasih
Wira Siahaan